Mengenal Kelor

Di Indonesia, tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Sulawesi menyebutnya  kero,  wori,  kelo, atau keloro. Orang-orang Madura menyebutnya  maronggih.  Di Sunda dan Melayu disebut kelor.  Di Aceh disebut murong. Di Ternate dikenal sebagai kelo. Di Sumbawa disebut kawona. Sedangkan orang-orang Minang mengenalnya dengan nama munggai.
Nama latin
Moringa oleifera Lam
Nama Umum : Indonesia: Kelor, limaran (Jawa), Inggris: Moringa, ben-oil tree, clarifier tree, drumstick tree. Kelor memiliki banyak nama di berbagai negara, lihat Nama kelor Sedunia.
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Capparales
Famili: Moringaceae
Genus: Moringa
Spesies: Moringa oleifera Lam
Deskripsi Umum
Kelor (Moringa oleifera) tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang (perenial) dengan tinggi 7 – 12 m. Batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang.  Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian ± 1000 m dpl, banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau ladang.
Kelor merupakan tanaman yang dapat mentolerir berbagai kondisi lingkungan, sehingga mudah tumbuh meski dalam kondisi ekstrim seperti temperatur yang sangat tinggi, di bawah naungan dan dapat bertahan hidup di daerah bersalju ringan. Kelor tahan dalam musim kering yang panjang dan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan tahunan berkisar antara 250 sampai 1500 mm. Meskipun lebih suka tanah kering lempung berpasir atau lempung, tetapi dapat hidup di tanah yang didominasi tanah liat.
Perbanyakan Kelor dapat dilakukan dengan metode penyemaian langsung dengan biji atau menggunakan stek batang. Daun Kelor dapat dipanen setelah tanaman tumbuh 1,5 hingga 2 meter, yang biasanya memakan waktu 3 sampai 6 bulan. Namun dalam budidaya intensif yang bertujuan untuk produksi daunnya, Kelor dipelihara dengan ketinggian tidak lebih dari 1 meter. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik batang daun dari cabang atau dengan memotong cabangnya dengan jarak 20 sampai 40 cm di atas tanah.
Penyebaran
Kelor merupakan tanaman asli kaki bukit Himalaya Asia selatan, dari timur laut Pakistan (33° N, 73° E), sebelah utara Bengala Barat di India dan timur laut Bangladesh di mana sering ditemukan pada ketinggian 1.400 m dari permukaan laut, di atas tanah aluvial baru atau dekat aliran sungai. (NASIR, E.; ALI, S. I. (eds.), 1972).
Kelor dibudidayakan dan telah beradaptasi dengan baik di luar jangkauan daerah asalnya, termasuk seluruh Asia Selatan, dan di banyak negara Asia Tenggara, Semenanjung Arab, tropis Afrika, Amerika Tengah, Karibia dan tropis Amerika Selatan. Kelor menyebar dan telah menjadi naturalisasi di bagian lain Pakistan, India, dan Nepal, serta di Afghanistan, Bangladesh, Sri Lanka, Asia Tenggara, Asia Barat, Jazirah Arab, Timur dan Afrika Barat, sepanjang Hindia Barat dan selatan Florida, di Tengah dan Selatan Amerika dari Meksiko ke Peru, serta di Brazil dan Paraguay  (JAMA, B.; NAIR, P. K. R.; KURIRA, P. W., 1989).
Sebagian besar tumbuh liar, namun seiring dengan menyebarnya informasi tentang manfaat dan khasiatnya, Kelor mulai dibudidayan untuk diambil polong yang dapat dimakan, daun, bunga, akar dan bijinya untuk dibuat minyak, dan digunakan secara luas dalam pengobatan tradisional di seluruh negara dimana tanaman ini tumbuh dengan baik.
Morfologi
1)  Akar (radix)
Akar tunggang, berwarna putih. Kulit akar berasa dan berbau tajam dan pedas, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang. Tidak keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin, permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem berserabut, sebagian besar terpisah. Akar tunggang berwarna putih, membesar seperti lobak.
Biji yang ditanam akan mengembang menjadi bonggol, membengkak, akar tunggang berwarna putih dan memiliki bau tajam yang khas. Pohon tumbuh dari biji akan memiliki perakaran yang dalam, membentuk akar tunggang yang lebar dan serabut yang tebal. Akar tunggang tidak terbentuk pada pohon yang diperbanyak dengan stek (LAHJIE, A. M.; SIEBERT, B., 1987).
2)  Batang (caulis)
Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 7 – 12 meter. Merupakan tumbuhan yang berbatang dan termasuk jenis batang berkayu, sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya sendiri adalah bulat (teres) dan permukaannya kasar.Arah tumbuhnya lurus ke atas atau biasa yang disebut dengan tegak lurus (erectus). Percabangan pada batangnya merupakan cara percabangan simpodial dimana batang pokok sukar ditentukan, karena dalam perkembangan selanjutnya mungkin lalu menghentikan pertumbuhannya atau kalah besar dan kalah cepat pertumbuhannya dibandingkan cabangnya. Arah percabangannya tegak (fastigiatus) karena sudut antara batang dan cabang amat kecil, sehingga arah tumbuh cabang hanya pada pangkalnya saja sedikit lebih serong ke atas, tetapi selanjutnya hampir sejajar dengan batang pokoknya.
3)  Daun (folium)
Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda – setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 2 cm, lebar 1 – 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus.
Merupakan jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas tangkai dan helaian saja. Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak pipih, menebal pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bangun daunnya berbentuk bulat atau bundar (orbicularis), pangkal daunnya tidak bertoreh dan termasuk ke dalam bentuk bangun bulat telur. Ujung dan pangkal daunnya membulat (rotundatus) diamana ujungnya tumpul dan tidak membentuk sudut sama sekali, hingga ujung daun merupakan semacam suatu busur.
Susunan tulang daunnya menyirip (penninervis), dimana daun kelor mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan merupakan terusan tangkai daun. Selain itu, dari ibu tulang itu ke arah samping keluar tulang–tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan kita kepada susunan sirip – sirip pada ikan. Kelor mempunyai tepi daun yang rata (integer) dan helaian daunnya tipis dan lunak. Berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan, permukaannya licin(laevis) dan berselaput lilin (pruinosus). Merupakan daun majemuk  menyirip gasal rangkap tiga tidak sempurna.
4)  Bunga
Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas.  Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan terkumpul dalam pucuk lembaga di bagian ketiak dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Malai terkulai 10 – 15 cm, memiliki 5 kelopak yang mengelilingi 5 benang sari dan 5 staminodia. Bunga Kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak.
5)  Buah atau Polong
Kelor berbuah setelah berumur 12 – 18 bulan. Buah atau polong Kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa) dengan panjang 20 – 60 cm, ketika muda berwarna hijau – setelah tua menjadi cokelat, biji didalam polong berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan kering. Ketika kering polong membuka menjadi 3 bagian. Dalam setiap polong rata-rata berisi antara 12 dan 35 biji.
6)  Biji
Biji berbentuk bulat dengan lambung semi-permeabel berwarna kecoklatan.  Lambung sendiri memiliki tiga sayap putih yang menjalar dari atas ke bawah.  Setiap pohon dapat menghasilkan antara 15.000 dan 25.000 biji/tahun. Berat rata-rata per biji adalah 0,3 g. (Makkar dan Becker, 1997).